Hari-hari duka telah berlalu
Semuanya merangkap jadi
satu, menjadi tulang punggung sekaligus ibu rumah tangga tak masalah baginya.
Namun, bicara soal
kualitas tidur, aku tidak tahu apakah ia menikmati tidur malamnya. Ia selalu
memintaku agar tidak begadang, tidak baik untuk kesehatan katanya. Tapi, saat
aku lelap apakah ia benar-benar juga ikut terlelap. Atau, itu hanya siasatnya
agar aku tak mengetahui aktivitasnya diwaktu malam.
Sesekali aku mencoba
melanggar perintahnya, pura-pura tidur padahal sebenarnya aku masih terjaga.
Aku bukan sedang ingin menjadi anak yang durhaka karena telah melanggar
perintahmu bu, melainkan rasa ingin tahu tentangmu yang sudah memuncak.
Waktu itu pukul 22.00
WIB.
Aku mengendap-endap pintu
kamar mencoba melangkah menuju ruang keluarga. Ada aroma tersendiri. Sepertinya
ibu belum tidur, terdengar dari suara televisi yang masih menyala di ruang
keluarga. Ternyata ada sinetron favoritnya, sepertinya ia sedang bersantai.
Pikirku.
Praduga hilang daya, saat
pandanganku tertuju pada hujan yang mengalir dipipinya. Suara televisi ternyata
adalah siasatnya untuk menyembunyikan aktivitas di malam hari, padahal
diam-diam ia sedang melakukan pekerjaan rumah. Ia tengah menyetrika baju, tapi
mengapa ia menangis. Adakah hal lain yang tidak kami ketahui.
Semacam moments dimana
bom akan segera meledak. Pelukan melesat dengan cepat.
"Bu, mengapa engkau
menangis ?"
Komentar
Posting Komentar