BOROBUDUR BERALASAN
(cerita sebelumnya) https://chrissetiawan.blogspot.com/2020/02/part-ii-tiga-serangkai.html
Borobudur Beralasan
Terdengar
keras suara jepretan kamera, melengking tajam merobek gendang telinga.
Berulangkali Joshua memutar lensa membidik titik yang bercahaya dimatanya. Kala
itu Sofia tersenyum manis, tatap matanya tak lagi sinis. Bibirnya menampakkan
gigi putih berkilau laksana mutiara dalam surga yang tersusun rapi.
Siang
yang terik membakar kulit semakin hitam sampai pekat, sinarnya menusuk melewati
pori-pori menghadirkan bau khas dibalik keringat. Joshua kembali menatap titik
fokusnya tertuju pada wajahnya, air menguap rintik air mulai menetes membasahi
pipi. Joshua merogoh saku celana menarik benda yang dikantonginya. Mendekati
tubuh Sofia yang menatap kosong, tangannya menjulur kearah wajah Sofia mengusap
keringat yang mulai deras dengan tisu yang diambil dari saku celananya.
Sofia
tersipu malu sepatah dua patah kata tak mampu diucapkanya, dan tak mampu tuk
mengucapkanya. Mereka saling menatap, jam dinding pun tak berputar seperti
biasanya, waktu telah berhenti sejenak membiarkan imajinasi merambat dari alam mimpi.
Joshua
mulai mengedipkan mata tanda berakhirnya adegan romansa drama, Sofia sedikit
canggung atas kejadian itu
“maaf
aku cuman bermaksud untuk membasuh keringat mu” ucap Joshua dengan raut muka
yang polos. Beruntung Joshua kala itu, telapak tanganya tak mendarat dengan
kilat di pipi lagi. Sofia mengangguk pelan, mengiyakan permintaan maaf dari
Joshua.
Lalu
mereka berjalan menyusuri candi melihat bangunan kuno bercorak budha peninggalan dinasti Syailendra. Tak henti
kedua bola mata mengarah kepada lukisan diatas batu yang menempel disetiap
dinding candi, rasa ingin tau hadir dalam benak Sofia. Dia seperi sedang
melihat suatu kehidupan yang tergambarkan pada masa lampau lewat relif itu.
Bibirnya
mulai terangkat, sepatah dua patah kata ingin diucap sampai pada akhirnya
timbulah suara “Joshua kamu tau ngga filosofi relief itu?” jari telunjuk tangan kananya menunjuk sebuah
relif di dinding candi.
Joshua
memandang Sofia dengan tatapan serius, matanya melotot focus…. “nanti kita
bercerita dihari ini” sebuah jawaban tolol terukir dari diri Joshua yang tak
menjawab dengan serius pertanyaam Sofia mengenai filosofi dari relief itu.
“Greget
aku sama kamu, aku nanya serius kamu ngga serius” nampaknya Sofia sedikit kesal
dengan sebuah jawaban itu, namun Joshua kembali dapat menenangkan perasaan Sofia
yang naik turun dengan sebuah lagu “Haii Sofia
Malam Ini Kutakkan Pulang Mencoba Berpaling Sayang Dari Cintamu”
Hai Sofia !
“Woiiii
itu SEPHIA bukan SOFIA ! nada bicaranya sedikit naik namun Joshua tak
menghiraukanya, bodo amat emang gua pikirin terang Joshua dalam hati.
Singkat
cerita tak terasa waktu berlalu dan mentaripun mulai mengarah ke timur,
bayanganya tak tertutup awan. Garis-garis oranye menyala-nyala setelah langit
membiru muda, merekapun saling tertawa tersenyum bahagia melihat panorama yang
tak biasa dilihatnya. Diatap candi, diantara bebatuan yang tertata rapi dan senjapun
semakin menua, gelap gulita segera menerka mungkin takkan mereka temui kembali
surga dibalik senja yang merona. Sore itu.
“Sofia
lihatlah diujung sana !” tangan Joshua menunjuk ufuk timur dengan mengarahkan
jari telunjuknya pada senja yang telah redup dan membuat Sofia tertuju pada
objek itu. “Taukah kamu, setelah ini kamu akan menjadi senja” dengan nada yang
rendah Joshua mengatakan itu kepada Sofia, entah apa yang ada dalam pikiran
mereka, diam memikirkan sebuah balasan yang menyarang dalam angan-angan. Sofia
terdiam mencoba memikirkan sebuah pesan untuk sebuah pernyataan yang terlontar
dari mulut Joshua. Apa maksud kamu? Sebuah Tanya yang membuat mereka semakin
bisu.
Borobudur
mulai gulita, hitam pekat tak dapat diterawang indra. Joshua membuka tas punggungnya
mengambil ponsel yang dimilikinya sembari menengok jam yang semakin larut. “Sof
sudah jam tujuh malam, kamu harus pulang orang tuamu sudah menunggu dirumah”
“Oh
kamu ngusir aku” Sofia kembali menaik, emosinya mulai kumat. Tatapnya kembali
melotot. Joshua yang waktu itu berada didepanya mengundurkan satu langkah
sedikit menjauh dari hadapan Sofia.
“Sof
kamu kenapa dari tadi emosi terus?” Joshua terheran dengan sebuah sifat Sofia
yang naik turun, padahal senyum merona baru saja terlihat di wajahnya bahkan
tawa lepas menyertainya. Entah mengapa Sofia merunduk mendengar sebuah
pertanyaan Joshua, air mata mulai menetes mengalir membasahi kening.
“Aku tidak ingin pulang” Joshua mencoba
menenangkan dengan mengusap air matanya yang mulai menetes dipipinya. Keduanya
saling menatap, lagi-lagi waktu benar-benar terhenti sepersekian detik keduanya
saling menatap asik dengan dimensi.
Sofia
membuka sebuah percakapan singkat dengan Joshua atas segala keheningan
bercerita tentang mengapa dia tak ingin pulang dan seiring berjalanya waktu
Joshua mengetahui segala alasan dia tidak ingin pulang kerumah.
Nampaknya
sedang ada hati yang patah setelah Sofia bercerita tentang sebuah masalah yang
dihadapinya saat itu. Pantas saja sejak Joshua selalu kena marah oleh sifatnya
yang terkenang tempramen diawalnya. Ternyata masalah dalam keluarga menjadi
sebab utama emosinya tidak stabil, perceraian yang menimpa keluarganya membuat
dia tak tau harus kemana, jika pada sosok ibu saja tak lagi peduli apalagi pada
sosok ayah yang telah tega pergi dengan kekasih barunya itu.
Lagi-lagi
air mata mengalir disela-sela pipi, membuat Joshua semakin tidak tega
melihatnya. Joshua kembali mengusap air mata itu dengan sebuah tisu yang
dibawanya, namun kali ini Sofia tidak menampakan sifat tempramen seperti pada
saat pertama bertemu.
Sofia
telah luluh, membuka sebuah suara tentang hidupnya yang mulai hancur dan kini
dia merasa bahwa Joshua satu-satunya yang mampu menjadi temanya disamping kehidupan
yang kacau membuat hidupnya tak tau mau dibawa kemana.
Kepala
Sofia bersandar pada bahu Joshua yang meski mungil namun terasa nyaman untuk
disandarkan. Di punden berundak semua menjadi suka, duka yang menyelimuti seoah
pergi. Joshua memang pandai membuat orang nyaman apalagi sebuah sandaran
ditambah sebuah candaan yang seolah membuat orang lupa diri akan sebuah
permasalahan.
“Jos
makasih ya udah buat aku nyaman hari ini, maaf jika dari tadi aku membuatmu
marah mungkin kesal”
“sudahlah
aku tak mempedulikan apa yang terjadi tadi” Sofia mengangguk dengan sebuah
senyuman yang menggambarkan bahwa dia benar-benar merasakan suatu kebahagiaan
yang tak dia rasakan sebelumnya.
Malam
itu begitu panjang namun tak dapat dirasakan olehnya, menatap bintang memang
membuat mereka lupa segala. Apalagi sebuah senyuman dari seorang rembulan,
waktu seolah tak berdetik lagi. Terbukti ketika malam tak menyadarkan bahwa
waktu telah menunjuk pukul 8, dan merekapun panik melihat sang waktu telah
melarutkan sebuah kebahagiaan sesaat itu.
“sof
kamu tidur di tempat nenek ku saja ya” tidaklah mungkin Joshua mengantar Sofia
pulang ke Solo sementara waktu terus berlalu. Kejahatan mengintai sementara Joshua
menganggap jika dia bermalam di tempat neneknya dia akan baik-baik saja selain
dapat beristirahat dia juga bisa bercerita kepadanya.
J
Waktu
telah berlalu pagi datang membawa sebuah ketenangan yang dirasakan oleh Sofia
setelah semalaman dapat bercerita tentang sebuah permasalahan yang membawanya
kedalam masa yang kelam untuk dilalui. Kini tubuhnya telah bangkit kembali
setelah nasihat dari seorang nenek yang membuatnya nyaman.
Joshua
mengantarkan Sofia pulang, dan bergegas menunggu bus yang akan mengantarkanya
kembali ke tempat asalnya itu. Selamat katanya, senyuman menghiasi langkah
kakimu, semoga kehidupanmu lebih baik dari ini. Semoga kamu dapat menjalani
hidupmu dengan penuh kebahagiaan. Ikutlah bersama ibumu, kuyakin dia tidak
ingin kau pergi meninggalkanmu.
Selamat
tinggal Sofia dirimu akan selalu dikenang, kamulah sosok teman baru yang
mewarai sebuah hari. Jika John Lock pernah mengatakan bahwa manusia lahir
seperti kertas putih yang masih suci maka kamulah yang akan mewarnai kertas itu
dengan sebuah goresan tinta yang kau goreskan padaku.
Terimaksih telah berbagi cerita. Kita takkan pernah tau apa yang
akan terjadi setelah ini. Masa depan kita tidak akan ada yang dapat
memprediksi, oleh karena itulah Pramodya Ananta pernah berkata bahwa masa depan
selalu menggoda untuk kita nantikan. Jika takdir memang mempertemukan kita
kembali kuyakin dirimu akan kembali disini bersamaku menyambut pagi sebagai
pembuka hari.
Bersambung?
Komentar
Posting Komentar