BOROBUDUR BERALASAN




  Borobudur Beralasan

Terdengar keras suara jepretan kamera, melengking tajam merobek gendang telinga. Berulangkali Joshua memutar lensa membidik titik yang bercahaya dimatanya. Kala itu Sofia tersenyum manis, tatap matanya tak lagi sinis. Bibirnya menampakkan gigi putih berkilau laksana mutiara dalam surga yang tersusun rapi.

Siang yang terik membakar kulit semakin hitam sampai pekat, sinarnya menusuk melewati pori-pori menghadirkan bau khas dibalik keringat. Joshua kembali menatap titik fokusnya tertuju pada wajahnya, air menguap rintik air mulai menetes membasahi pipi. Joshua merogoh saku celana menarik benda yang dikantonginya. Mendekati tubuh Sofia yang menatap kosong, tangannya menjulur kearah wajah Sofia mengusap keringat yang mulai deras dengan tisu yang diambil dari saku celananya.

Sofia tersipu malu sepatah dua patah kata tak mampu diucapkanya, dan tak mampu tuk mengucapkanya. Mereka saling menatap, jam dinding pun tak berputar seperti biasanya, waktu telah berhenti sejenak membiarkan imajinasi merambat dari alam mimpi.

Joshua mulai mengedipkan mata tanda berakhirnya adegan romansa drama, Sofia sedikit canggung atas kejadian itu
“maaf aku cuman bermaksud untuk membasuh keringat mu” ucap Joshua dengan raut muka yang polos. Beruntung Joshua kala itu, telapak tanganya tak mendarat dengan kilat di pipi lagi. Sofia mengangguk pelan, mengiyakan permintaan maaf dari Joshua.

Lalu mereka berjalan menyusuri candi melihat bangunan kuno bercorak budha  peninggalan dinasti Syailendra. Tak henti kedua bola mata mengarah kepada lukisan diatas batu yang menempel disetiap dinding candi, rasa ingin tau hadir dalam benak Sofia. Dia seperi sedang melihat suatu kehidupan yang tergambarkan pada masa lampau lewat relif itu.

Bibirnya mulai terangkat, sepatah dua patah kata ingin diucap sampai pada akhirnya timbulah suara “Joshua kamu tau ngga filosofi relief itu?”  jari telunjuk tangan kananya menunjuk sebuah relif di dinding candi.

Joshua memandang Sofia dengan tatapan serius, matanya melotot focus…. “nanti kita bercerita dihari ini” sebuah jawaban tolol terukir dari diri Joshua yang tak menjawab dengan serius pertanyaam Sofia mengenai filosofi dari relief itu.

“Greget aku sama kamu, aku nanya serius kamu ngga serius” nampaknya Sofia sedikit kesal dengan sebuah jawaban itu, namun Joshua kembali dapat menenangkan perasaan Sofia yang naik turun dengan sebuah lagu “Haii Sofia Malam Ini Kutakkan Pulang Mencoba Berpaling Sayang Dari Cintamu”

Hai Sofia !

“Woiiii itu SEPHIA bukan SOFIA ! nada bicaranya sedikit naik namun Joshua tak menghiraukanya, bodo amat emang gua pikirin terang Joshua dalam hati.

Singkat cerita tak terasa waktu berlalu dan mentaripun mulai mengarah ke timur, bayanganya tak tertutup awan. Garis-garis oranye menyala-nyala setelah langit membiru muda, merekapun saling tertawa tersenyum bahagia melihat panorama yang tak biasa dilihatnya. Diatap candi, diantara bebatuan yang tertata rapi dan senjapun semakin menua, gelap gulita segera menerka mungkin takkan mereka temui kembali surga dibalik senja yang merona. Sore itu.

“Sofia lihatlah diujung sana !” tangan Joshua menunjuk ufuk timur dengan mengarahkan jari telunjuknya pada senja yang telah redup dan membuat Sofia tertuju pada objek itu. “Taukah kamu, setelah ini kamu akan menjadi senja” dengan nada yang rendah Joshua mengatakan itu kepada Sofia, entah apa yang ada dalam pikiran mereka, diam memikirkan sebuah balasan yang menyarang dalam angan-angan. Sofia terdiam mencoba memikirkan sebuah pesan untuk sebuah pernyataan yang terlontar dari mulut Joshua. Apa maksud kamu? Sebuah Tanya yang membuat mereka semakin bisu.

Borobudur mulai gulita, hitam pekat tak dapat diterawang indra. Joshua membuka tas punggungnya mengambil ponsel yang dimilikinya sembari menengok jam yang semakin larut. “Sof sudah jam tujuh malam, kamu harus pulang orang tuamu sudah menunggu dirumah”
“Oh kamu ngusir aku” Sofia kembali menaik, emosinya mulai kumat. Tatapnya kembali melotot. Joshua yang waktu itu berada didepanya mengundurkan satu langkah sedikit menjauh dari hadapan Sofia.

“Sof kamu kenapa dari tadi emosi terus?” Joshua terheran dengan sebuah sifat Sofia yang naik turun, padahal senyum merona baru saja terlihat di wajahnya bahkan tawa lepas menyertainya. Entah mengapa Sofia merunduk mendengar sebuah pertanyaan Joshua, air mata mulai menetes mengalir membasahi kening.

 “Aku tidak ingin pulang” Joshua mencoba menenangkan dengan mengusap air matanya yang mulai menetes dipipinya. Keduanya saling menatap, lagi-lagi waktu benar-benar terhenti sepersekian detik keduanya saling menatap asik dengan dimensi.

Sofia membuka sebuah percakapan singkat dengan Joshua atas segala keheningan bercerita tentang mengapa dia tak ingin pulang dan seiring berjalanya waktu Joshua mengetahui segala alasan dia tidak ingin pulang kerumah.

Nampaknya sedang ada hati yang patah setelah Sofia bercerita tentang sebuah masalah yang dihadapinya saat itu. Pantas saja sejak Joshua selalu kena marah oleh sifatnya yang terkenang tempramen diawalnya. Ternyata masalah dalam keluarga menjadi sebab utama emosinya tidak stabil, perceraian yang menimpa keluarganya membuat dia tak tau harus kemana, jika pada sosok ibu saja tak lagi peduli apalagi pada sosok ayah yang telah tega pergi dengan kekasih barunya itu.

Lagi-lagi air mata mengalir disela-sela pipi, membuat Joshua semakin tidak tega melihatnya. Joshua kembali mengusap air mata itu dengan sebuah tisu yang dibawanya, namun kali ini Sofia tidak menampakan sifat tempramen seperti pada saat pertama bertemu.

Sofia telah luluh, membuka sebuah suara tentang hidupnya yang mulai hancur dan kini dia merasa bahwa Joshua satu-satunya yang mampu menjadi temanya disamping kehidupan yang kacau membuat hidupnya tak tau mau dibawa kemana.

Kepala Sofia bersandar pada bahu Joshua yang meski mungil namun terasa nyaman untuk disandarkan. Di punden berundak semua menjadi suka, duka yang menyelimuti seoah pergi. Joshua memang pandai membuat orang nyaman apalagi sebuah sandaran ditambah sebuah candaan yang seolah membuat orang lupa diri akan sebuah permasalahan.

“Jos makasih ya udah buat aku nyaman hari ini, maaf jika dari tadi aku membuatmu marah mungkin kesal”
“sudahlah aku tak mempedulikan apa yang terjadi tadi” Sofia mengangguk dengan sebuah senyuman yang menggambarkan bahwa dia benar-benar merasakan suatu kebahagiaan yang tak dia rasakan sebelumnya.

Malam itu begitu panjang namun tak dapat dirasakan olehnya, menatap bintang memang membuat mereka lupa segala. Apalagi sebuah senyuman dari seorang rembulan, waktu seolah tak berdetik lagi. Terbukti ketika malam tak menyadarkan bahwa waktu telah menunjuk pukul 8, dan merekapun panik melihat sang waktu telah melarutkan sebuah kebahagiaan sesaat itu.

“sof kamu tidur di tempat nenek ku saja ya” tidaklah mungkin Joshua mengantar Sofia pulang ke Solo sementara waktu terus berlalu. Kejahatan mengintai sementara Joshua menganggap jika dia bermalam di tempat neneknya dia akan baik-baik saja selain dapat beristirahat dia juga bisa bercerita kepadanya.
J
Waktu telah berlalu pagi datang membawa sebuah ketenangan yang dirasakan oleh Sofia setelah semalaman dapat bercerita tentang sebuah permasalahan yang membawanya kedalam masa yang kelam untuk dilalui. Kini tubuhnya telah bangkit kembali setelah nasihat dari seorang nenek yang membuatnya nyaman.

Joshua mengantarkan Sofia pulang, dan bergegas menunggu bus yang akan mengantarkanya kembali ke tempat asalnya itu. Selamat katanya, senyuman menghiasi langkah kakimu, semoga kehidupanmu lebih baik dari ini. Semoga kamu dapat menjalani hidupmu dengan penuh kebahagiaan. Ikutlah bersama ibumu, kuyakin dia tidak ingin kau pergi meninggalkanmu.

Selamat tinggal Sofia dirimu akan selalu dikenang, kamulah sosok teman baru yang mewarai sebuah hari. Jika John Lock pernah mengatakan bahwa manusia lahir seperti kertas putih yang masih suci maka kamulah yang akan mewarnai kertas itu dengan sebuah goresan tinta yang kau goreskan padaku.

Terimaksih telah berbagi cerita. Kita takkan pernah tau apa yang akan terjadi setelah ini. Masa depan kita tidak akan ada yang dapat memprediksi, oleh karena itulah Pramodya Ananta pernah berkata bahwa masa depan selalu menggoda untuk kita nantikan. Jika takdir memang mempertemukan kita kembali kuyakin dirimu akan kembali disini bersamaku menyambut pagi sebagai pembuka hari.

Bersambung? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUTORIAL MEMBUAT APLIKASI "SENANG MENGERJAKAN PR"

Teras kos dekat Pak RT

Rumah dan kehangatannya