Pada kesempatan kedua, aku sudah tidak menganggap mu ada.
Aku pernah menjadi tempat kau bersandar; tempat berkeluh kesah; sampai tempat kau berlabuh. Kau menjadi orang selalu hadir dalam hari-hari, seperi tidak pernah mengenal kata sepi dengan segala cara kau tunjukkan padaku arti hidup ini. Dan, aku yang bodoh membiarkannya larut dalam dunia. Seolah-olah ia menjelma sebagai lentera, padahal tuhanlah yang berhak mengatur semuanya. Aku lupa, sampai-sampai aku juga tak menyadari jika diam-diam ia menyimpan duri. Sesuatu yang membuatnya berpaling, memilih pada jalan yang tak terduga. Ia menjadi liar dan mencemaskan, membuatku harus segera melepaskan. Aku percaya bahwa waktu akan mengutuk mu, lihat saja nanti. Tak akan ada kebahagiaan yang kau miliki setelah menyakiti. Perlahan ku coba menguatkan, mengumpulkan kepingan hati yang sempat berserakan. Namun, sesuatu yang tidak ku inginkan malah menghampiri. Tanpa rasa bersalah kau meminta ku pulang, entah angin apa yang membuat mu kembali. Otak mu terlalu dangkal, datang dan pergi seola