Hujan di Stasiun Tugu
Hujan di Stasiun Tugu
Seperti kebanyakan terik
matahari sore yang hangatnya hampir terasa tumpul, kali ini awan yang menggelap
menggiring langkahku menuju ke Stasiun Tugu. Aku berjalan menyusuri trotoar
disepanjang jalan yang teduh, sesekali sambil mengamati beberapa orang dengan
cuaca yang berbeda, tentu ada yang datang dengan kabar gembira dan tak sedikit pula
ada yang pergi seperti membawa angin yang tertahan di ruang tertutup.
Kali ini aku tidak
sendirian, tentu ditemani dengan seseorang yang cepat atau lambat turut berlari
menyusuri lintasan rel yang berbaris berpuluh-puluh kilometer. Kita ragu,
hampir tak ada kata yang terucap saat mata kita saling menatap beberapa saat. Namun
bunyi yang seperti peluit itu memecah hening. “Setahun itu nggak lama kok. Kita
hanya berpisah sebentar, aku akan kembali tahun depan dan kita akan bertemu
kembali” katanya membujuk sambil menatap mata ku yang berpura-pura terlihat
tegar.
“Setahun tanpamu akan
terasa sangat lama. Nggak bisa ta keberangkatanmu ditunda semalam saja?”
tanyaku merajuk
“Nggak bisa, ada
tanggung jawab yang perlu dituntaskan” Aku mengangguk dan kemudian meyakinkan
diriku tentang perpisahan. Kita tak lagi mengucap apa-apa sampai akhirnya aku
melihat air mata mengalir dipipinya. Sepertinya tidak ada matahari sore yang
indah untuk dinikmati, karena hanya hujan yang akan mengawali hari-hari tentang
rindu.
Aku hanya bisa mengusap
air mata dan menggiring kepergiannya dengan lambaian tangan dan pandangan sayu
saat kereta yang ia tumpangi lenyap dari pandanganku.
Mei
Semangattt akan ada saatnya titik temu itu datang ☺️
BalasHapus