ANTOLOGI PART 1: SEBELUM SESUATU ITU TERJADI
Sebelum sesuatu itu terjadi
GERIMIS
Setelah
badai, kota ku bukan sedang berwarna mejikuhibiniu.
Kali
ini cukup gerimis saja yang datang.
Aku
tidak peduli apakah langit kembali abu, pikirku sedikit tenang saja itu sudah
cukup melegakan.
Ternyata
semesta sedang menuntunku untuk merubah jalan hidupku selamanya.
Binar
matamu yang mengisyaratkan kedamaian perlahan menyembuhkan luka yang terlanjur
parah.
Kau
adalah pagi, karenamu aku belajar bersinar. Dan, kamu adalah sejarah terindah
yang membuatku harus kembali belajar.
TABULA RASA
Pernahkah kau merasa bahwa
dunia mu hampa?
Saat hari-hari mu berwarna
putih
Tanpa sedikitpun tinta yang
kertas yang memutih.
Untukmu, cobalah melepas
keruang bebas
Membuka jalan yang tak biasa
kau lalui
Dengan begitu kau akan menjadi
manusia sejati
PENUH WARNA
Namun tetaplah berhati-hati !
Jika kau tak ingin tersesat tanpa
jalan kembali.
BIAS
Terlihat seperti ada yang melambai saat semburat
jingga membias dikaki langit. Entah apa yang ia siratkan, angin yang menerpa
ujung rambutku, membuatku tak dapat mengartikannya.
Seketika
hening, kata terpenjara dan ingin berbicara.
Sore itu dua pasang mata yang tengah berhadapan
memilih tak bersuara. Kamu tersipu malu ketika aku memilih memandang mata
cokelatmu yang terbias matahari sore. Sementara itu daun jatuh yang lunglai
diterpa angin memecah hening.
Aku menyukai matamu. Dari sana kutemukan kedamaian. Matamu selalu menenangkan
jiwa yang tengah gusar, apalagi ketika kamu tersenyum dihadapanku. Rasanya
seperti sedang terbawa peristiwa 10 November di Surabaya. “Ya” Kamu berperan sebagai
Bung Tomo, sementara aku adalah pejuang yang kau beri semangat untuk mempertahankan
kemerdekaan. :)
SESUATU YANG PERLAHAN TUMBUH
Ada yang ganjil dalam keteraturan
Seperti sekeping puzzle yang terlihat utuh. TIDAK SEMPURNA !
Aku tak mampu bagaimana caranya melihat dunia,
menggapainya bak pelangi yang terlihat indah itu.
Aku memang menyukainya, namun aku yang payah tak bisa
menerjemahkan betapa indahnya pelangi dimatamu.
Hari-hari tampak biasa saja,
tak pernah ada pewarna hari.
Malam-malam yang dipenuhi tulisan essay tanpa pernah menyentuh
aroma keindahan pada setiap bait puisi yang pernah tertuliskan oleh sang waktu.
PAYAH.
Namun, semesta berubah saat kau disini
Segala keteraturan yang lama ku bangun, runtuh seketika.
Mata, senyum dan gelagak mu berhasil menembus pertahanan tanpa
ampun.
Hingga tak pernah kusadari, jika aku dan kamu telah berpegangan
tangan seerat ini.
SEHELAI DAUN PENEDUH
Saat langit sedang bersenandung
gembira,
rintik hujan memberi isyarat bahwa gumpalan kapas telah menggelap.
Namun, kita memilih abai.
Berpacu kepada waktu, mengabaikan tepian jalan yang berlambai.
Seakan bisu, rangkaian kata terkunci
didalam labirin.
Hening beraroma khas saat tangkal gas terlanjur membawa kita dikecepatan
terhebat.
Melesat jauh tanpa tepi.
Kuharap sehelai daun membuatmu teduh.
Semakin lesat, hujan tak jua beristirahat.
Diantara percikannya yang menggenangi aspal dan beton
Ada laju yang terasa berat.
Entah pada rintik keberapa,
tersirat inginku membahasakan senyummu saat menggigil.
Sepatah sapa terlihat dari balik spion
Memecah keheningan.
Tanpa terasa dada berdetak upnormal.
Berharap hujan enggan berhenti, menambah suasana romansa untuk kita nikmati
bersama.
Tapi...
SIAL, saat sedang halu-halunya. Pengendara yang lebih lihai mengajakku menepi.
"Mas, tolong tunjukkan SIM dan STNK mu !"
Seketika aku tidak tau harus berbuat
apa.
PARTIKEL SIHIR
Saat mata terpejam, ada senyum yang hadir dalam bayang.
Semakin diam dan kaku
Pikirku selalu tertuju pada senyum indahmu.
Entah mantra apa yang kau beri, kini setiap langkahku terasa lebih berarti.
Apakah kau terbuat dari partikel sihir?
Rasanya setiap kali jumpa, kata-kata selalu terkunci.
Padahal ada seribu kata yang ingin kusampaikan.
Namun segalanya sirna.
Terangkum dalam diam.
Dan mengalir dalam detak dada.
Nyanyikan aku lagu favoritmu.
Tentang kita, hujan, tanah dan udara.
Aku ingin mendengarnya.
Kicau merdu yang timbul dari bibirmu, itu akan membuatku nyaman dan terbangun
dari alam mimpi.
MENEMUKANMU
Beberapa hari sebelum mengenal mu adalah keteraturan. Pagi,
siang dan malam tak berkata istimewa. Repetisi kehidupan benar-benar menjadi
penerapan. Mungkin aku tak pernah tau bagaimana cara mengenal dunia, karena
keindahannya benar-benar terasingkan oleh fantasi diri.
Mengenalmu membawa diri ini kedalam dunia yang tak biasa,
bukan fantasi yang tercipta di sudut-sudut kamar, namun nyata yang menyatu
dalam rindu tuk bertemu denganmu disetiap pergantian harinya membuat semesta
ini bekerja kilat, malam-malam dipenuhi dongeng penutup cerita keindahan yang
terasa singkat.
Telinga ini tak pernah lelah mendengar segala tentang mu,
termasuk keluh kesah yang biasa kau ceritakan. Entah bagaimana semesta ini
bekerja? Dimensiku seolah tak ingin lepas memandang binar mata dan senyuman
yang penuh gelak tawa. Bersama mu aku tenang, menatap bola matamu menjadi
keasikan diri. Aku tak pernah bisa mengartikan semuanya karena beberapa hal
harus dihindari.
Aku mengenal mu tanpa sengaja, hingga pada akhirnya terjatuh
pada dialog cerita kita yang samar ini. Meski begitu, bersama mu kutemukan
ketenangan diri. Kau adalah satu-satunya orang yang berhasil merubah jagat raya
dengan kilat, bahkan berhasil mengalahkan Bandung Bondowoso yang gesit dalam
membangun candinya. Jika sebelumnya malam-malam dipenuhi tuliaan essay yang
berserakan, entah mengapa semua berubah menjadi sajak-sajak, rinai hujan yang
menghadirkan romansa dan tentang pertemuan kita. Cara mu terbilang manis,
memperlakukan ku dengan cara yang membuat diri ini ingin mengucapkan
terimakasih.
HUJAN DAN ROMANSA
Kabut hitam mulai menerka menutup indahnya
panorama bias jingga diatap langit. Hujan perlahan menetes menghadirkan bau
tanah basah yang begitu kental. Kalbu ku tak meronta meski hujan mengguyur isi
Jogja.
Kala itu aku terjebak oleh rinai hujan yang
menggiring ku menuju gazebo. Akupun terpaku menyantap dingin yang menghadirkan
romansa.
Sebuah nama kembali hadir bersama rintik hujan
yang tak henti menetes, sumilir angin turut menggetarkan hati membuat dada ini
sesak. Mataku tertuju pada angin yang menuntun daun untuk bergesekan. Sebuah
nama yang pernah terukir dalam hati yang kosong kini hadir mengukir cerita.
Mungkin aku butuh satujuta kali lipat energi
untuk melupa, nama yang menancap dalam sanubari atau haruskah aku membiarkanya
merasuk dalam saluran nadi?
Monolog yang tercipta membangkitkan asa dan
beranda yang bisu menyadarkan senyum yang masih tertinggal. Merindunya disetiap
detik waktu yang tercipta membuatku beranjak tuk menuangkan bait-bait puisi
diantara angin dan hujan.
Butiran-butiran air tak henti menetes, membawa
kabar gembira untuk tunas yang akan tumbuh. Percikanya memantul disela-sela
sepatu, berangsur-angsur menggenang sebuah daratan hingga pada akhirnya daratan
tak mampu untuk menahanya. Sepatuku pun basah diterjang air yang mulai tak
terkendali seperti ombak yang terdorong angin.
Angin yang mengalun mulai berirama tak
beraturan, ketukanya dipercepat layaknya musik rock dalam beat yang cepat.
Kacau, ini bukan angin yang aku kenal. Badai menerka menghapus sebuah nikmat
kala senja berambisi meleburkan jagat rayanya. Perasaan bimbang menyelimuti,
padahal kehadirannya merubah hari-hari menjadi penuh warna. Beberapa kali kata
hati mencoba melawan perasaan yang tengah mekar, berharap agar tidak melangkah
lebih jauh namun apalah daya konsiprasi terlalu cepat bekerja menuntun ku pada
kata "IYA"
KONSPIRASI RASA
Berjuta keindahan dapat ku nikmati setiap
hari bersama mu, ada banyak sekali ragam cerita keindahan yang menjadi
rasa kita meski beberapa kali rasionalitas mencoba melawan kata hati. Tak
berdaya, lemah seketika.
Kau menjadi candu yang selalu ingin ku nikmati
setiap hari pada setiap gelak tawa, canda dan cerita yang membuat ku
selalu bersahaja. Apapun itu, kau temukan arti hidup yang tak biasa, menjadikan
hari-hari ku bersemangat untuk menuliskan bait-bait puisi tentang semesta kita.
Entah makna apa yang tengah terjadi, sulit
ditafsirkan hingga tak pernah kusadari jika kita telah bergandengan tangan
meski kita tak pernah berikatan
PERNAH
Pada mu aku ingin
sedikit bercerita, tentang sesuatu yang pernah terjadi jauh sebelum perjumpaan
kita. Kala itu langit sedang indah-indahnya, jauh sebelum kau menjadi matahari
ada pelangi yang membuat hari-hari ku tampak berseri.
Harusnya saat pelangi,
alam menjadi subur. Tumbuhan bertumbuh saat hujan memberinya minum. Semua
penghuni bumi harusnya merayakan kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan.
Namun disaat itu juga kabut perlahan menghapus pelangi yang pernah ada.
Alam tak lagi
bergembira dan membuat keadaan semakin mengada. Aku tidak tau lagi apakah bunga
dimusim semi kala itu benar-benar mekar. Juga, apakah burung-burung disana juga
masih bisa terbang disaat sayap-sayapnya patah. Anehnya aku selalu menyalahkan
keadaan yang sedikitpun tak pernah memihakku.
Untukmu yang saat ini
disampingku. Aku bukanlah orang yang pandai menenangkan jika kamu resah akan
masalahmu, tapi aku bisa mencoba untuk mengajakmu menyelesaikannya bersama.
Bukannya tidak mau memanjakanmu, aku pikir pekerjaan yang jika kita lakukan
bersama itu akan terlihat lebih sempurna. Karena, dalam hubungan itu bukan aku
sendiri yang menjalankannya. Tapi, kita berdua.
JIKA BUKAN DENGAN KAMU
Jika bukan dengan mu, apakah rindu akan seindah ini?
Jika bukan dengan mu, apakah menunggu akan terus berulang kembali?
Jika bukan dengan kamu.
Dunia kaku
Kelu
Tanpa makna.
Apalah arti cinta, jika kita tak bisa bersama. Jika bukan
denganmu, tanpa melihat senyum mu saja terasa hampa.
JANGAN LAKUKAN ITU
PADAKU
Selain senja, hujan selalu mengingatkan segala kenangan yang
pernah terlukis oleh sang waktu. Sama seperti sore ini, hujan dikotaku tak
pernah berhenti. Adakalanya hujan juga memberi kabar baik untuk beberapa insan
ataupun makhluk hidup lainnya. Tumbuhan misalnya, ia hadir mungkin dapat
membawa perubahan, kesuburan bahkan kesejahteraan untuk pertumbuhannya. Tapi,
tidak dengan aku. Hadirnya hujan justru malah mengacaukan segalanya. Rasa yang
pernah tumbuh ataupun asa yang pernah sirna segalanya merusak kedamaian hati
manusia. Padahal selama ini aku berhasil menata perasaan agar tidak mengada,
sayangnya hadirnya yang sesaat malah menggagalkan rencanaku untuk mengumpulkan
kepingan hati yang pernah berserakan.
Sederhana sekali. Senyumnya, tingkah dan gelagaknya membuat ku
gagal fokus. Aku tidak tau lagi mengapa ini harus terjadi, padahal aku sudah
menghindarinya. Tapi, kenapa ia selalu datang disaat aku tidak menginginkannya.
Hay wanita berjilbab merah muda. Mengapa kau rela menjual harga dirimu untuk
menggandeng tangan ku. Apa yang ada dipikiranmu ketika merangkulku seolah
akulah pasanganmu.
"TIDAK- Jangan lakukan itu padaku.
Jangan.
Jangan lakukan, aku mohon.
SEPAKAT
Hari
ini aku ingin menjadikan mu bara api yang menyala tanpa henti.
Menghangatkan
jiwa yang tak henti merasakan gigilnya fana.
Dalam
gelapnya malam, sunyinya hujan tiba-tiba kau memberitahu bahwa ada kamu yang
memberikan asa.
Dan, kamu bukanlah orang yang pandai berretorika. Bukan juga orang yang pandai
menguasai pribadi lain.
Kesederhanaanlah
yang menggiring untuk tidak beranjak dari sisimu. Sesederhana itu..
Aku tidak tau lagi apa yang ada didalam benak, ketika dengan sengaja jari kelingking
kita saling mengikat. Ketika ibu jari ku dan ibu jarimu bersatu dalam temu.
Berjuta
rasa melebur dalam detak jantung yang begitu cepat.
Entah apa yang ku rasa, hari itu juga kita sepakat untuk tidak saling
menyakiti.
Komentar
Posting Komentar